Selasa, 10 Februari 2015

DO'A SEDERHANA

Entah angin apa yang membawa bayangan itu kembali. Disaat mata ini mengatup tiba-tiba bayangan itu muncul, mengusik kedamaian jiwa yang tengah lelap dalam pembaringan. Sosok tua renta, dengan punggung membungkuk, terdapat lipatan di setiap sudut wajahnya, ukiran senyumnya yang tak begitu asing lagi. Iya, dia yang biasa kupanggil dengan sebutan kakek. Kakek kini muncul lagi di hadapanku, memberikan senyuman yang khas dari bibirnya dengan membelai rambutku. Ah, nyaman sekali aku di dekatnya. Ingin rasanya kutinggal disini melepas rindu yang lama terpendam. Sejenak aku merasakan kasih sayang itu lagi. Tapi, mengapa tiba-tiba bayangan itu sirna diterpa cahaya matahari yang cahayanya menyilaukan mata lalu langit dengan cepat menghitam dan bergemuruh. Dan untuk kesekian kalinya kenangan itu kembali muncul, sebuah tragedi paling pahit yaitu penghujung waktu kakek. Kini dia terkulai lesu di atas pembaringan, wajahnya memutih dan tak terlihat tanda-tanda kehidupan lagi.Raungan tangis tiba-tiba muncul di tengah berjubel pelawat, aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Aku hanya menatap kakek dalam keheningan. Mengapa kakek tak beranjak dari tidurnya. Hingga ia dimandikan beramai orang, dibungkus dengan kain suci dan tak kunjung dia menggerakan satu sel pun dalam tubuhnya. Aku masih bingung dengan apa yang terjadi , hingga seorang yang kupanggil dengan sebutan ibu mengatakan padaku
"Nak, kakekmu telah pergi" ucapnya. Kala itu aku belum mengerti maksud ibu karena aku masih berusia 5 tahun.
"Kakek telah pergi ke rumah Allah " ucapnya lagi seraya membuatku mengerti dengan suara parau dan bibir bergetar.
"Aku ingin ikut bersama kakek, bu ?" tanyaku yang tampak begitu polos.
"Tidak bisa nak, biarlah kakekmu pergi" jawab ibu yang semakin tersedu dengan pertanyaan ku itu. Lalu entah mngapa lelehan air beningmelintas di pipiku.
Kereta hijau beroda manusia pun mulai menyusuri jalan. Setiap langkahnya diiringi dengan awan hitam yang menyelimuti hati setiap manusia yang menyaksikannya.Pun aku samapai di sebuah jalan, jalan sebrang yang dekat dengan srea pengebumian. Di tempat itu ibuku berhenti
"Dik, kita pulang ya ? " ucap ibu padaku yang seraya menggendongku.
"Aku mau ikut kakek bu." jawab ku pada ibu
"Kakek akan naik pesawat, dik. Kakekmu akan singgah di rumah Allah." ucap ibu yang mulai menenangkanku dari kegelisahan.
"Pulangnya kapan ?" tanyaku yang masih belum puas dengan jawaban ibu.
"Nanti juga pulang." jawabnya, namun kini terdapat sunggingan senyum di bibirnya yang tampak pucat.
"Iya bu" jawabku setengah lega, namun masih mengguratkan wajah ketidakpuasan akan jawaban dari ibu.
Kringg....Kring....Kring....alaram HP ku berdering, membangunkanku dari keterjagaanku dalam bunga tidur menuju dunia nyata. Perlahan kubuka kelopak seraya mengucek kedua bola mataku. Kuraba setiap sudut wajahku, dan apa ini mengapa wajahku basah. Lalu aku mulai mengingat-ingat lagi apa yang terjadi. Dan kenangan itu kembali muncul dalam kejapan mata. Lalu kutengok jam dinding di sudut ruanganku. ternyata waktu telah menunjukan pukul 4 pagi. Akupun beranjak dari pembaringan menuju kamar kecil seraya mengambil wudhu. Pun aku terjaga kembali dalam solatku. Dalam melantunkan lafadz dalam setiap gerak tubuhku kala solat. Ku haturkan sebuah do'a pada sang pemberi kehidupan. Dalam do'aku hanya satu yang kupinta, Tuhan pertemukan aku dan kakek kelak dalam alam keabadian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar